Kamis, 05 April 2012

Kujang

Artikel ini saya dapatkan seminggu yang lalu  dari situs "http://www.andriwisnu.com/2012/02/sejarah-senjata-kujang-orang-sunda.html" seminggu yang lalu, dan tidak ada perubahan di dalamnya.
Semoga artikel ini berguna.

Kujang adalah senjata tradisional provinsi Jawa Barat. Senjata ini kenapa dikenal dengan nama Kujang, karena hampir mirip Bentuknya dengan sabit atau celurit. Namun, ada kelainan pada bagian punggungnya yang berlubang. Mulanya senjata ini dipergunakan pada abad ke-4 sebagai alat kebutuhan pertanian. Akan tetapi pada pada abad ke-9 masehi, nilai kujang menjadi sakral. Pada masa ini, kujang dipergunakan sebagai senjata pusaka oleh Raja-raja di tanah Pasundan. Senjata ini diyakini memiliki kekuatan magis, dan sanggup memberi wibawa dan kesaktian bagi pemiliknya.
Kujang adalah senjata yang penuh dengan misteri. Dikatakan demikian karena banyak yang meyakini di dalam Kujang terdapat sebuah kekuatan magis dan sakral. Bagi kebanyakanorang-orang Sunda, Kujang dianggap tak sekadar senjata biasa. Melainkan senjata yang memiliki “kekuatan lain” di luar nalar manusia. Bagi orang-orang Sunda yang tak meyakini adanya kekuatan lain (gaib) dibalik Kujang pun, pasti akan memperlakukan Kujang dengan istimewa. Setidaknya menghargai Kujang sebagai hiasan rumah, bahkan cinderamata. Di sinilah nilai kewibawaan senjata Kujang dibuktikan.
Kujang memang memiliki nilai-nilai filosofi bagi orang-orang Sunda Kuno. Dan proses penciptaannya sangat berkait erat dengan kebutuhan akan kekuatan lain dari sebuah senjata. Muasal Kujang sendiri sebenarnya terinspirasi dari sebuah alat kebutuhan pertanian. Alat ini telah dipergunakan secara luas pada abad ke-4 sampai dengan abadke-7 Masehi. Ketika itu bentuknya lebih mendekati figure arit atau celurit. Barulah pada abad ke-9, wujud Kujang mulai berwujud seperti yang kita lihat sekarang. Sejak itulah image masyarakat soal Kujang telah berubah.
Azimat Raja-Raja
Nilai Kujang sebagai sebuah jimat atau azimat, pertama kali muncul dalam sejarah Kerajaan Padjadjaran Makukuhan. Tepatnya pada masa pemerintahan Prabu Kudo Lalean. Sejak itu, Kujang secara berangsur-angsur dipergunakan para raja dan bangsawan Kerajaan itu sebagai lambang kewibawaan dan kesaktian. Suatu ketika, Kudo Lalean tengah melakukan tapa brata di suatu tempat. Tiba-tiba sang prabu mendapat ilham untuk mendesain ulang bentuk Kujang, yang selama ini dipergunakan sebagai alat pertanian.
Anehnya, desain terbaru yang ada di benak sang Prabu, bentuknya mirip dengan Pulau “Djawa Dwipa”, yang dikenal sebagai Pulau Jawa pada masa kini. Nah, setelah mendapat ilham itu, segera prabu Kudo Lalean menugaskan Mpu Windu Supo, seorang pandai besi dari keluarga kerajaan. Ia diminta membuat mata pisau seperti yang ada di dalam pikiran sang Prabu. Mulanya, Mpu Windu Supo gusar soal bentuk senjata yang mesti dibuatnya. Maka sebelum melakukan pekerjaan, Mpu Windu Supo melakukan meditasi, meneropong alam pikiran sang prabu. Akhirnya didapatlah sebuah bayangan tetang purwa rupa (prototype) senjata seperti yang ada dalam pikiran Kudo Lalean.
Setelah meditasinya usai, Mpu Windu Supo memulai pekerjaannya. Dengan sentuhan-sentuhan magis yang diperkaya nilai-nilai filosofi spiritual, maka jadilah sebuah senjata yang memiliki kekuatan tinggi. Inilah sebuah Kujang yang bentuknya unik, dan menjadi sebuah objek bertenaga gaib. Senjata ini memiliki 2 buah karakteristik yang mencolok. Bentuknya menyerupai Pulau Jawa dan terdapat 3 lubang di suatu tempat pada mata pisaunya. Inilah sebuah senjata yang pada generasi mendatang selalu berasosiasi dengan Kerajaan Padjadjaran Makukuhan. Bentuk Pulau Jawa sendiri merupakan filosofi dari cita-cita sang Prabu, untuk menyatukan kerajaan-kerajaan kecil tanah Jawa menjadi satu kerajaan yang dikepalai Raja Padjadjaran Makukuhan.
Sementara tiga lubang pada pisaunya melambangkan Trimurti, atau tiga aspek Ketuhanan
dari agama Hindu, yang juga ditaati oleh Kudo Lalea. Tiga aspek Ketuhanan menunjuk kepada Brahma, Vishnu, dan Shiva. Trinitas Hindu (Trimurti) juga diwakili 3 kerajaan utama pada masa itu. Kerajaan-kerajaan itu antara lain Pengging Wiraradya, yang berlokasi di bagian Timur Jawa; Kerajaan Kambang Putih, yang berlokasi di bagian Utara Jawa, dan Kerajaan Padjadjaran Makukuhan, berlokasi di Barat.
Berubah Bentuk
Bentuk Kujang berkembang lebih jauh pada generasi mendatang. Model-model yang berbeda bermunculan. Ketika pengaruh Islam tumbuh di masyarakat, Kujang telah mengalami reka bentuk menyerupai huruf Arab “Syin”. Ini merupakan upaya dari wilayah Pasundan, yakni Prabu Kian Santang, yang berkeinginan meng-Islamkan rakyat Pasundan. Akhirnya filosofi Kujang yang bernuansa Hindu dan agama dari kultur yang lampau, direka ulang sesuai dengan filosofi ajaran Islam. Syin sendiri adalah huruf pertama dalam sajak (kalimat) syahadat dimana stiap manusia bersaksi akan Tuhan yang Esa dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Dengan mengucap kalimat syahadat dan niat di dalam hati inilah, maka setiap manusia secara otomatis masuk Islam.
Manifestasi nilai Islam dalam senjata Kujang adalah memperluas area mata pisau yang menyesuaikan diri dengan bentuk dari huruf Syin. Kujang model terbaru seharusnya dapat mengingatkan si pemiliknya dengan kesetiannya kepada Islam dan ajarannya. Lima lubang pada Kujang telah menggantikan makna Trimurti. Kelima lubang ini melambangkan 5 tiang dalam Islam (rukun Islam). Sejak itulah model Kujang menggambarkan paduan dua gaya yang didesain Prabu Kudo Lalean dan Prabu Kian Santang. Namun wibawa Kujang sebagai senjata pusaka yang penuh “kekuatan lain” dan bisa memberi kekuatan tertentu bagi pemiliknya, tetap melekat.
Dalam perkembangannya, senjata Kujang tak lagi dipakai para raja dan kaum bangsawan. Masyarakat awam pun kerap menggunakan Kujang sama seperti para Raja dan bangsawan. Di dalam masyarakat Sunda, Kujang kerap terlihat dipajang sebagai mendekorasi rumah.
Konon ada semacam keyakinan yang berkait dengan keberuntungan, perlindungan, kehormatan, kewibawaan dan lainnya. Namun, ada satu hal yang tak boleh dilakukan. Yakni memajang Kujang secara berpasangan di dinding dengan mata pisau yang tajam sebelah dalam saling berhadapan. Ini merupakan tabuatau larangan. Selain itu, tidak boleh seorangpun mengambil fotonya sedang berdiri diantara 2 Kujang dalam posisi tersebut. Kabarnya, ini akan menyebabkan kematian terhadap orang tersebut dalam waktu 1 tahun, tidak lebih tapi bisa kurang.(Waulahu’alam).
Sum

0 komentar:

Posting Komentar